Bagi masyarakat Indonesia, hal pertama yang akan diingat
setelah mendengar kata ‘macet’ tidak lain lagi tertuju kepada ibukota negara
kita, yaitu Jakarta.
Menurut perhitungan suatu sumber, kerugian yang telah dicapai
negara akibat kemacetan di kota Jakarta tercatat sekitar Rp28 triliun setiap
tahunnya. Namun karena semakin meningkatnya jumlah pemilik kendaraan pribadi
dan transportasi lain beberapa tahun terakhir, pada tahun 2020 ekonomi negara
diperkirakan akan terancam mengalami kerugian sebanyak Rp65 triliun/tahun.
Seperti yang kita ketahui, kepadatan penduduk menjadi
penyebab utama kemacetan yang semakin tidak terkendali ini. Karena selain warga
asli yang bertempat tinggal di daerah Jakarta, pendatang dari berbagai kota
diluar perbatasan pun ikut mengunjungi jantung negara kita ini dengan tujuan
untuk mencari nafkah, menuntut ilmu maupun berwisata.
Tidak dapat dipungkiri lagi, Jakarta menjadi incaran banyak
masyarakat sebagai wilayah dengan lapangan kerja yang luas dan menjanjikan, fasilitator
pendidikan yang baik dan terkemuka, serta menjadi salah satu provinsi yang
memiliki cukup banyak tempat wisata untuk dikunjungi para turis dan wisatawan.
Namun ibukota kita terlalu sempit untuk menampung banyak
pengunjung tersebut karena keterbatasan wilayah. Sehingga transportasi yang
lalu lalang menyebabkan kemacetan dan menimbulkan banyak dampak negatif lain
yang menjadikan Jakarta kehilangan daya tariknya.
Selain merugikan ekonomi negara, kemacetan juga dapat
berdampak negatif kepada hal-hal lain seperti polusi udara, pemborosan energi
dan aktivitas warga sekitar. Spesifiknya bisa kita saksikan ketepatan waktu
yang mempengaruhi budaya kedisiplinan masyarakat Indonesia, apakah bangsa kita
sudah cukup disiplin dan tertib? Tentu saja belum. Ini terjadi karena kemacetan
juga menjadi salah satu faktor yang menghambat kita untuk menjadi individu yang
disiplin.
Jakarta tidak pernah sepi akan pengunjung. Terlebih lagi wilayahnya yang kian menyempit
akibat gedung-gedung yang terus dibangun. Bahkan dengan bertambahnya pemilik
kendaraan pribadi, bukankah Jakarta terasa semakin sesak? Seharusnya dengan
fasilitas transportasi publik yang sudah disediakan, masyarakat bisa lebih
menghargai dan menggunakan yang sudah ada untuk mengurangi kemacetan. Namun
akibat terpengaruh dunia sosial atau lingkungan sekitar, banyak dari mereka yang kurang peka dan lebih
memilih kendaraan pribadi demi kenyamanan dan status semata.
Jika Indonesia dibandingkan negara lain yang lebih berkembang dan lebih maju,
sangat banyak kekurangan dalam penataan kota dan jalur jalan. Contohnya bisa
kita lihat jalur kereta atau commuter
line di ibukota yang memiliki banyak
jalur di tengah jalan raya. Ini juga menjadi salah satu faktor kemacetan
karena seringkali menghalangi kendaraan berjalan.
Dan masih banyak alasan lainnya yang menyebabkan kemacetan
di Jakarta. Meskipun banyak solusi yang dapat diwujudkan, namun diperlukan
waktu yang lama untuk merealisasikan itu. Semoga beberapa tahun kedepan
kemacetan di kota Jakarta dan kota-kota besar lainnya di Indonesia bisa
berkurang. -RUFI

0 komentar:
Posting Komentar